Kita sering mendengar seseorang berkata kepada orang yang sedang sakit dan didoakan: “Imanmu kurang besar, maka Tuhan tidak menyembuhkanmu. Ayo berimanlah.” Kata-kata ini dikeluarkan ketika orang yang sakit tersebut didoakan dan ternyata tidak sembuh dengan cara yang ajaib, seperti yang diinginkan. Si sakit bukan hanya sakit jasmani, tetapi kini ia merasa bersalah dan dipojokkan karena imannya yang tidak cukup untuk mendapatkan kesembuhan.
Tetapi kalau kita membaca beberapa kisah di dalam Alkitab, tidak diperlukan iman di pihak si sakit untuk mendapatkan kesembuhan itu. Iman itu justru harus dimiliki oleh orang yang memohon kepada Tuhan Yesus untuk orang lain yang sakit. Yesus memuji iman para penggotong orang lumpuh yang masuk melalui atap rumah, bukan hanya si lumpuh (Markus 2:1-5). Yesus menuntut iman kepada Yairus yang memohon agar Yesus menyembuhkan anak perempuannya. Saat si anak perempuan Yairus sudah meninggal, maka yang diperlukan adalah iman Yairus, si pemohon, bukan anak perempuannya (Markus 5:21-23, 35-43).
Begitu juga dengan perempuan Fenisia. Anaknya yang kerasukan roh jahat tidak berjumpa dengan Yesus sehingga Yesus tidak menuntut iman dari anak itu. Tetapi Yesus menuntut iman dari ibunya, perempuan Fenisia itu, yang datang menghadap Yesus untuk memohon kesembuhan anaknya. Dan imannya yang besar membuat Yesus menyembuhkan anaknya (Markus 7:24-30).
Ini juga terjadi saat Yesus turun dari gunung di mana Dia dimuliakan. Ada seorang bapak yang anaknya sedang kerasukan setan. Anaknya yang tidak sadar itu tentu tidak memiliki iman sedikit pun kepada Yesus. Tetapi ayahnya memiliki iman sekalipun sangat kurang sehingga dia meminta agar Yesus menolongnya untuk lebih beriman (Markus 9:14-29)
Kisah ini menunjukkan bahwa justru orang yang memohon atau berdoa untuk kesembuhan orang lain itulah yang dituntut imannya. Memang ada juga iman itu dituntut dari orang-orang yang sedang sakit itu sendiri kalau mereka langsung berhadapan dengan Yesus dan memohon kepada-Nya. Namun, jika ada orang yang menjadi perantara atau dalam istilah sekarang adalah pendoa syafaat, memohonkan untuknya, maka orang itulah yang harus beriman.
Karena itu, jika seseorang yang mendoakan menuduh orang yang didoakannya kurang beriman sehingga tidak mendapatkan mukjizat, maka ia perlu mawas diri. Jangan-jangan dialah yang kurang beriman. Siapakah yang lebih ingin disembuhkan daripada orang yang sakit itu sendiri?
Kesembuhan itu merupakan kedaulatan Allah. Maka menuduh orang yang sedang sakit sebagai kurang beriman ketika mukjizat itu tidak/belum terjadi, itu hanya akan memperparah keadaannya.
Sumber : Panggilanhidup.net
Tetapi kalau kita membaca beberapa kisah di dalam Alkitab, tidak diperlukan iman di pihak si sakit untuk mendapatkan kesembuhan itu. Iman itu justru harus dimiliki oleh orang yang memohon kepada Tuhan Yesus untuk orang lain yang sakit. Yesus memuji iman para penggotong orang lumpuh yang masuk melalui atap rumah, bukan hanya si lumpuh (Markus 2:1-5). Yesus menuntut iman kepada Yairus yang memohon agar Yesus menyembuhkan anak perempuannya. Saat si anak perempuan Yairus sudah meninggal, maka yang diperlukan adalah iman Yairus, si pemohon, bukan anak perempuannya (Markus 5:21-23, 35-43).
Begitu juga dengan perempuan Fenisia. Anaknya yang kerasukan roh jahat tidak berjumpa dengan Yesus sehingga Yesus tidak menuntut iman dari anak itu. Tetapi Yesus menuntut iman dari ibunya, perempuan Fenisia itu, yang datang menghadap Yesus untuk memohon kesembuhan anaknya. Dan imannya yang besar membuat Yesus menyembuhkan anaknya (Markus 7:24-30).
Ini juga terjadi saat Yesus turun dari gunung di mana Dia dimuliakan. Ada seorang bapak yang anaknya sedang kerasukan setan. Anaknya yang tidak sadar itu tentu tidak memiliki iman sedikit pun kepada Yesus. Tetapi ayahnya memiliki iman sekalipun sangat kurang sehingga dia meminta agar Yesus menolongnya untuk lebih beriman (Markus 9:14-29)
Kisah ini menunjukkan bahwa justru orang yang memohon atau berdoa untuk kesembuhan orang lain itulah yang dituntut imannya. Memang ada juga iman itu dituntut dari orang-orang yang sedang sakit itu sendiri kalau mereka langsung berhadapan dengan Yesus dan memohon kepada-Nya. Namun, jika ada orang yang menjadi perantara atau dalam istilah sekarang adalah pendoa syafaat, memohonkan untuknya, maka orang itulah yang harus beriman.
Karena itu, jika seseorang yang mendoakan menuduh orang yang didoakannya kurang beriman sehingga tidak mendapatkan mukjizat, maka ia perlu mawas diri. Jangan-jangan dialah yang kurang beriman. Siapakah yang lebih ingin disembuhkan daripada orang yang sakit itu sendiri?
Kesembuhan itu merupakan kedaulatan Allah. Maka menuduh orang yang sedang sakit sebagai kurang beriman ketika mukjizat itu tidak/belum terjadi, itu hanya akan memperparah keadaannya.
Sumber : Panggilanhidup.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar