Pada masa Perang Dunia I, keluarga-keluarga yang mengirim putranya untuk berperang akan memasang sebuah tanda bintang di salah satu jendela rumah mereka. Seorang kakek sedang berjalan-jalan dengan cucunya ketika sang cucu menanyakan apa arti tanda bintang di jendela. Setelah dijelaskan, sang cucu pun tersebut dan bertepuk tangan setiap kali menjumpai sebuah rumah dengan tanda bintang di jendela. Beberapa saat kemudian, si cucu tiba-tiba menunjuk ke langit dan menuding sebuah bintang besar. "Kek, lihat! Allah juga mengirimkan Putra-Nya, ya?"
Pemberian Allah yang terbesar telah direncanakan dengan sempurna. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, Allah sudah membuat sebuah rancangan luar biasa agar manusia dilepaskan dari hukuman atas dosanya itu (Kejadian 3:15). Dan, tidak ada pemberian lain yang cukup untuk menebus manusia-manusia itu, kecuali Sang Putra sendiri. Inilah inisiatif Allah. "Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (I Yohanes 4:10).
Natal mengusung sebuah pengingat bahwa Allah sungguh-sungguh mewujudkan rancangan besar-Nya, dengan menghadirkan bayi Yesus ke dunia. Tak ada omong besar. Yang ada hanya inisiatif kasih kepada kita, manusia. Dia memberikan milik-Nya yang terbesar. Maka, jika begitu besar kasih Allah kepada kita, apakah respon kita? "Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah juga kita saling mengasihi" (I Yohanes 4:11). Pertanyaannya sekarang, adakah kita sungguh-sungguh berdamai dengan semua orang? Jawaban untuk hal ini hanya kita dan Tuhan lah yang tahu – AW
Kelahiran Kristus berawal dari ide pendamaian; maka masih layakkah kita tak berdamai dengan saudara dan orang-orang sekitar kita?
Sumber :www.jawaban.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar